Kelenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri adalah sebuah kelenteng Tri Dharma yang terawat dan indah, yang berada Jl. Yos Sudarso No 148, Kediri, Jawa Timur. Namun untuk memotret bagian dalam Kelenteng Tjoe Hwie Kiong diperlukan kesabaran dan sedikit usaha, karena pada mulanya kami hanya diperbolehkan memotret bagian luar Kelenteng Tjoe Hwie Kiong saja.
Kelenteng Tjoe Hwie Kiong kami kunjungi setelah selesai memotret Kali Brantas, namun becak yang kami tumpangi harus dikayuh dengan cara sedikit memutar karena Jalan Yos Sudarso yang berada tepat di depan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong adalah jalan yang dibuat hanya untuk satu arah saja. Hal pertama yang menarik perhatian saya adalah pintu dan tembok samping Kelenteng Tjoe Hwie Kiong. Warna merah dan kuning yang sangat berani pada dinding bermotif susunan bata Kelenteng Tjoe Hwie Kiong ini terlihat sangat mencorong. Ornamen pada pintu lengkungnya khas oriental dan terlihat indah.
Kelenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri dibangun pada 1895 oleh orang-orang keturunan Tionghoa di Kediri yang secara bergotong royong mengumpulkan dana untuk bersama-sama membangung tempat ibadah ini. Mereka kebanyakan adalah para imigran yang berasal dari daerah Fujian di Tiongkok yang datang ke Hindia Belanda untuk memperbaiki nasib.
Pintu gerbang Kelenteng Tjoe Hwie Kiong dengan dinding yang juga bermotif susunan bata berwarna merah menyala dan garis kuning. Lubang masuk ke dalam kelenteng berbentuk lengkung bertulis “Yayasan Tri Dharma Tjoe Whie Kiong Kediri”, dan hiasan guci serta bunga berbentuk lidah api ada di atas temboknya.
Sponsored Link
Di sebelah kiri dan kanan bangunan utama Kelenteng Tjoe Hwie Kiong terdapat menara pembakar kertas sembahyang (Kim Lo). Di halaman sebelah kanan juga terdapat panggung semi permanen dengan lukisan bangunan khas Tionghoa di puncak pegunungan dengan tebaran awan dan burung bangau yang terbang.
Setelah dengan sabar berbincang-bincang hampir setengah jam dengan salah seorang pengurus, akhirnya kami diijinkan untuk masuk ke dalam ruangan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong untuk memotret. Pengurus yang usianya telah lewat setengah abad itu pun ikut mendampingi kami berkeliling di dalam area Kelenteng Tjoe Hwie Kiong ini.
Memasuki halaman kelenteng Tjoe Hwie Kiong terlihat patung Burung Hong, semacam burung Phoenix, berukuran besar dengan detail ukiran yang sangat indah. Jumbai-jumbai ekor pendeknya menyerupai lidah-lidah api kemerahan dengan tiga bulu ekornya menjuntai panjang seakan hendak merengkuh bola matahari di atasnya.
Sponsored Link
Di seberang patung burung Hong terdapat patung naga emas yang tak kalah besarnya. Bersama buruh Hong, patung naga itu menjadi penjaga regol Kelenteng Tjoe Hwie Kiong dengan sisik-sisik berapi kuning merah, seakan tengah terbang melayang di atas gulungan awan putih biru. Mulut naga terbuka garang dan sepasang sungutnya berdiri tegak. Kelenteng Tjoe Hwie Kiong memiliki tiga buah pintu utama di tengah, dan pintu lengkung di sisi samping kiri kanannya.
Di wuwungan tengah Kelenteng Tjoe Hwie Kiong terdapat sepasang naga, sementara di wuwungan kedua terdapat sepasang ikan keemasan yang di masing-masung punggungnya terdapat patung pendeta. Di bawah patung naga terdapat relief orang-orang suci yang tengah menunggang kuda, dan di tengah-tengah sepasang naga itu terdapat patung pria bersila yang dikepalanya menjunjung semacam bakul. Ornamen garis-garis bulat melingkar merah dan kuning, dengan sepasang naga di tengahnya, terdapat pada dinding kiri kanan depan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong.
Seorang wanita lewat baya tampak tengah bersembahyang di depan hiolo Dewa Langit sambil memegang hio yang sudah dibakar. Setelah bersoja tiga kali, hio pun ditancapkan pada hiolo di depannya. Hioswa, yang populer dengan sebutan hio, adalah alat sembahyang utama bagi orang Tionghoa, baik yang menganut agama Buddha, Konghucu, Tao maupun Hindu.
Saat pengunjung menyalakan hio, api yang menyala di ujung hio tidak boleh ditiup, tetapi api dimatikan dengan cara mengibas-ngibaskan. Asap hio yang lurus menusuk langit mengisyaratkan bahwa doa seseorang terkirim langsung dan diterima oleh para dewa di langit, sedangkan asap hio yang menyebar atau mengalir ke bawah, bisa menjadi pertanda bahwa doanya tidak dikabulkan.
Berdiri pada sebuah dudukan kayu terdapat empat buah tombak panjang dengan ornamen ramai dan indah. Pada pilar kayu penopang atap kelenteng, selain ada relef naga yang melilit sepanjang pilar, juga ada huruf-huruf Tionghoa yang biasanya berisi ajaran kebajikan atau pengingat. Di latar belakang kiri adalah altar Hok Tek Ceng Sin (Dewa Bumi) yang berkahnya selalu diharapkan selalu mengucur kepada para petani dan pedagang.
Di dalam ruang utama Kelenteng Tjoe Hwie Kiong juga ada Altar Tri Nabi Agung, berisi patung Lao Tze bagi penganut Tao dengan lambang Yin-Yang, arca Buddha Sakyamuni bagi penganut Buddha dengan lambang Swastika, dan rupang Kong Hu Cu bagi penganut Konghucu dengan lambang Genta Suci. Bagi masyarakat Tionghoa, membakar hio di depan altar dianggap merupakan cara untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur dan orang suci. Ketika seseorang berdoa sambil memegang hio, maka jiwanya menjadi transparan, sehingga para dewa pun tahu apa yang tersimpan di dalamnya.
Altar Kwan Sing Tee Kun (Kwan Sing Tek Kun) atau Kwan Kong juga ada di Kelenteng Tjoe Hwie Kiong. Ia jenderal terkenal jaman Sam Kok (165 – 219 M), yang setelah mencapai kesempurnaan bergelar Bodhisatva Satyakalama Kwan Seng Tek Kun. Gelar Tek Kun (Di Jun) adalah gelar Bodhisatva pria, dan Pho Sat adalah gelar Bodhisatva wanita. Kwan Kong juga bergelar Fu Mo Da Di (Penakluk Mara), dan Guan Fa Li Zu (Penegak Hukum).
Saya sempat melihat tempat pemujaan bagi Kwan Se Im Po Sat (Namo Avalokitesvara Bodhisatva) yang berada di bagian belakang kelenteng. Saat itu pengurus kelenteng tidak menegur ketika saya memotret rupang dari dekat. Bahkan ketika pengurus lain mengingatkan agar tidak memotret, pengurus yang mengantar saya tidak memperdulikannya.
Ada menara pembakar kertas (Kim Lo) di sebelah pintu samping Kelenteng Tjoe Hwie Kiong yang langsung keluar ke jalan raya memunggungi tembok dengan relief indah bergambar seorang dewi yang memangku sebuah musik petik, menyerupai Dewi Saraswati dalam agama Hindu, serta pohon dengan tebaran bunga dilatari arakan mega putih dan langit biru.
Di halaman belakang Kelenteng Tjoe Hwie Kiong juga terdapat kolam jernih dengan loji kecil berdiri di bagian atasnya. Kolam yang ukurannya tak begitu luas itu berisi puluhan Ikan Koi besar dengan warna-warni yang sangat indah. Ikan Koi adalah sejenis ikan karper (Cyprinus carpio) yang berasal dari Tiongkok dan dianggap membawa keberuntungan bagi pemiliknya.