Ada banyak cerita mengenai kesakralan di area makam KH Hamim Thohari atau akrab disapa Gus Miek, di Dusun Tambak, Desa Ngadi Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Salah satunya adalah makam tertua dari tiga tokoh penyebar ajaran agama Islam yang berada di desa yang sama.
Tiga tokoh tersebut dimakamkan dalam satu area dengan Mbah Ageng Makom Tigo Tambak. Di antaranya di sana bersemayam jasad Syekh Maulana Abdul Qodir Khoirih, Iskandarriah, Syekh Maulana Abdulloh Sholeh dari Istanbul Turki dan Syekh Maulana Muhammad Herman, Arumah.
Pohon yang sering digunakan berteduh oleh Gus Miek di area makam para syekh. (Foto: Fendi/ngopibareng.id)
Dalam area makam itu, terdapat pohon pakis yang diperkirakan berusia ratusan tahun. Meski ujungnya telah dipotong, namun sampai sekarang akarnya masih hidup dan bercokol di sana.
“Dulu semasa hidupnya, beliau Gus Miek sering duduk istirahat di sana, sambil ngerokok bersama pengikutnya. Kan dulu sebelum dibangun, suasananya begitu rindang. Pohon pakis ini diperkirakan sudah berusia tua, ” terang Kasanan berusia 51 tahun, pencatat tamu sekaligus keamanan makam.
Pada umumnya, selain mengunjungi makam Gus Miek, para peziarah juga menyempatkan diri untuk berdoa di area makam para syekh tersebut. Konon ketiga makam tersebut sudah ada ketika lelulur, sudah mulai melakukan babad desa.
Masyarakat tidak mengetahui secara persis siapa yang membabad desa pertama kali. Dari cerita turun temurun, masyarakat meyakini nama panggilannya adalah Mbah Ageng Makom Tigo Tambak.
“Ketika babad alas sini sudah ada makam tiga itu. Kalau nama orang yang babad alas tak diketahui oleh warga. Warga hanya mengetahui nama Mbah Ageng Sumaring Tambak,” kata dia.
Ditemukanya tiga makam tersebut, kemudian mengundang sejumlah tokoh Islam untuk datang langsung ke Desa Ngadi, Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri kala itu. Beberapa tokoh Islam yang datang kala itu adalah Mbah Mundir asal Kediri, Mbah Fattah Mangun Sari.
“Terus akhirnya Mbah Mundir membuat langgar kecil di sini. Kemudian Mbah Fattah Tulunganggung membuat sumur,” cerita Kasnan.
Gus Miek sendiri ketika itu sudah tahu, jika makam ketiga syech tersebut usianya lebih tua jika dibandingkan dengan Wali Songo. Bahkan diperkirakan usia makam tersebut sejajar dengan Troloyoh Mbah Mujadi Kubro. Agama pertama kali yang dianut waktu itu masih Hindu dan Budha.
“Jadi ketiga syekh yang meninggal tersebut, adalah penyebar agama Islam yang berasal dari Istanbul Turki,” ungkapnya.
Beberapa lama kemudian ajaran Islam masuk dan diperkuat dengan keberadaan Wali Songo.
Jika disejajarkan, usia para syekh tersebut sama dengan umur Troloyo Mbah Jumadi Kubro tokoh penyebar Islam asal Mojokerto. Mbah Jumadi kemudian memiliki keturunan Asmoro Kunti. Asmoro Kunti memiliki keturunan Sunan Ampel.
Konon dari cerita turun-temurun, makam ketiga syekh tersebut dijaga seekor harimau dan burung berukuran besar. Biasanya jika datang suatu musibah atau bencana, hewan tersebut selalu menampakan diri sebagai simbol peringatan kepada warga.
“Istilahnya kalau desa mau ada bencana, hewan tersebut selalu menampakan diri. Kalau sekarang ya nggak, wong zamannya sudah aman,” kata Kasanan.